MELEGITIMASI
MINUMAN KERAS SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH
Mel Benu & Aksi
Sinurat.
Dosen FH Undana
Bertahun-tahun bahkan
berabad-abad komunitas masyarakat NTT telah menganggap minuman keras (miras)biasanya
disebut sopi sebagai bagian dari sistem sosial ekonomi baik dalam cara produksi,
distribusi maupun konsumsi. Jika dilihat dari sistem produksi, maka seharusnya
tiap warga masyarakat menjaga hasil produksinya agar tetap disesuaikan dengan kerakteristik
di tiap daerah.
Proses pembuatan sopi cukup
panjang yakni dengan membubuhkan bubuk akar husor (bisanya disebut segaru) oleh
masyarakat setempat yang telah ditumbuk dan diendapkan dalam
airpohon enau atau pohonlontar. Hal ini dilakukan agar air sageru
tersebut tidak menjadi manis dan mengental sehingga menjadi gula merah ketika
dimasak.
Biasanya diberbagai daerah
air sageru akan dimasak diatas tungku kedap udara. Kemudian uapnya akan berubah
menjadi zat cair yang dialirkan melalui batang bambu, dan ditampung dalam botol
atau wadah lainnya. Pengemasannya cukup mudah karena biasanya sopi dijual di
dalam plastik, botol bekas air mineral, atau botol kaca. Meskipun demikian, ada
juga beberapa masyarakat yang telah memproduksi sopi modern dengan kemasan yang
cukup baik.
Sistem pengkonsumsian
selama ini berdampak bagi kesehatan masyarakat apabila dikonsumsinya secara
berlebihan. Selain daripada itu ada juga modus penipuan dengan mengambil isi
dari sopi tertentu untuk kemudian dicampur dengan bahan-bahan lain berupa
bensin, spritus, minyak tanah, bahkan bahan-bahan lain berupa formalin demi
mendapatkan produksi minuman yang lebih banyak karena permintaan konsumen
selalu meningkat. Tentu persoalan
inilah salah satu yang memerlukan perhatian serius dari pemerintah guna dapat mengendalikannyabaik dalam
pendistribusiannya maupun mengatur cara pengkonsumsiannya sehingga dengan perhatian pemrintah sepertin ini, akan
dapat meminimalisir resiko kesehatan konsumen.
Dukungan
Program Gubernur NTT
Melalui program Gubernur
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat-Yosef Nae Soi mencanangkan
lima program utama, yakni pertama,
mewujudkan NTT bangkit menuju masyarakat sejahtera berlandaskan pendekatan
pembangunan inklusif, berkelanjutan dan berbasis sumber daya lokal, kedua, membangun NTT sebagai salah satu
gerbang dan pusat pengembangan pariwisata nasional, ketiga, meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur untuk
mempercepat pembangunan inklusif berkelanjutan dan berbasis sumber daya lokal
di NTT, keempat, meningkatkan
sumberdaya manusia, dan kelima,
mewujudkan reformasi birokrasi pemerintahan dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Kelima program tersebut utamanya
lebih pada membangun daerah sesuai potensinya demi mengembangkan segala
keunggulan disetiap daerah dalam rangka menciptakan kemandirian dalam program
usaha produktif masyarakat di NTT. Tentu hal ini juga berkaitan dengan
mengembangkan sopi selaku produk unggulan daerah di wilayah NTT. Sebab secara
ekonomis dapat meningkatakan pendapatan taraf hidup masyarakat.
Penegakan
hukum dalam Produksi Miras
Sesuai ketentuan Keputusan
Presiden RI No.3/1997tentangPengawasan dan PengendalianMinuman Beralkohol,
mempertimbangkan bahwa pengendalian produksi, pengedaran dan penjualan atau penyajian
minuman beralkohol khususnya minuman keras, sangat penting artinya dalam rangka
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban kehidupan masyarakat Indonesia. Sehubungan
dengan itu dipandang perlu menetapkan ketentuan bagi pengendalian produksi,
pengedaran, dan penjualan atau penyajian minuman beralkohol khususnya minuman
keras, beserta pengawasannya.
Golongan dan standar mutu,
diatur dalam Pasal 3 Kepres No.3/1997 bahwa Produksi minuman beralkohol hasil
industri di dalam negeri dan berasal dari impor, kelompokkan dalam
golongan-golongan sebagai berikut:
1.
Minuman beralkohol golongan A adalah
minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) 1% (satu persen) sampai dengan
5% (lima persen);
2.
Minuman beralkohol golongan B adalah
minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 5 % (lima persen)
sampai dengan 20% (dua puluh persen);
3.
Minuman beralkohol golongan C adalah
minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) 20% (dua puluh persen) sampai
dengan 55% (lima puluh persen).
4.
Minuman beralkohol golongan B dan golongan
C adalah kelompok minuman keras yang diproduksi, pengedaran dan penjualannya
ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.
Terkait dengan aturan Keputusan
Presidan (Kepres) No.3/1997 tersebut semestinya digunakan oleh pemerintah dan
masyarakat NTT dalam melakukan pengujian terhadap hasil produksi miras di NTT.
Langkah yang diambil oleh Undana Kupang dalam melakukan kajian terhadap semua
jenis miras di NTT diapresiasi oleh pemerintah provinsi NTT guna melegalkan
miras NTT dengan nama SOPIA (sopi asli) asal NTT. Namun apabila dikaji lebih
dalam maka masalah miras selama ini hanya berkaitan dengan hal produksi dan belum ada upaya dari pemerintah maupun
pemerintah daerah dalam mengendalikan masalah kadar alkohol yang diangap layak
edar dan layak konsumsi bagi klayak ramai.
Dalam hal penegakan hukum
selama ini lebih kepada memusnahkan hasil produksi, dari pada mengendalikan
cara edarnya dan konsumsinya. Regulasi yang akan ditertapkan dalam hal
legalitas miras, perlu mempertimbangkan aspek-aspek yang terkadung dalam
tatanan nilai dari produski sopi,tentu hal ini memudahkan regulasi yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi NTT menjadi mengikat dan bersinergi dengan
tradisi dan budaya masyarakat setempat. Kerja sama antar aparat pemerintah
daerah dan provinsi sangat penting guna menjaga keharmonisan nilai budaya dan
kearifan lokal dalam hal produksi sopi.
Kearifan
miras sebagai unggulan daerah
Sesuai adat istiadat beberapa
daerah di NTT, salah satunya di Manggarai Timur, Flores, tamu harus disapa
dengan sopi bahwa tamu juga hibur warga dengan bergoyang. Sensasi minuman moke
atau sopi, dari Kabupaten Manggarai sangat populer, sementara di Manggarai
Timur, Aimere, dan Bajawa, masyarakat menyebutnya “moke”.Minuman keras sudah
jadi budaya bagi masyarakat Manggarai. Moke atau sopi terbuat dari bahan alami,
tidak ada campuran zat kimia berbahaya seperti bensin atau spiritus, yang
sering ditemukan di daerah lain. Sebab efeknya pun tak begitu besar bagi
kesehatan warga masyarakat, sebab banyak yang diproduksi dengan caraoplosan
sehingga tidak sedikit konsumen menjadi korban
nyawa
akibat meminum miras oplosan tersebut.
Moke atau sopi digunakan
untuk menyambut kedatangan tamu. Selain itu, juga untuk upacara adat, dan
kegiatan resmi lain. Moke merupakan minuman tradisional Flores pada umumnya. Hasil
produksinya dibuat dari hasil penyulingan buah dan bunga pohon lontar atau
enau. Proses pembuatannya sangat tradisional, diwariskan secara turun-temurun,
dan dilanjutkan sampai sekarang.
Minuman keras seperti moke
semestinya perlu diawasi dan dikendalikan, agar tetap terjaga kualitasnya dan lebih
kepada cara konsumsinya,agar tidak dirakit oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Melalui pemerintah daerah dan aparat keamanan seperti polisi
seharusnya melegalkan moke dengan kadar tertentu. Tentu guna mengatur sistem
sosial ekonomi masyarakat dengan adanya produksi sopi dan cara distribusi serta
konsumsinya. Warga masyarakat di berbagai pelosok NTT perlu adanya pelatihan
para pembuat sopi atau moke untuk meningkatkan kualitas produksinya. Sebab moke
sampai sekarang belum masuk ke dalam daftar untuk dijadikan buah tangan para
wisatawan.
Di wilayah daratan Pulau
Timor rata-rata di produksi dan konsumsi untuk kalangan sendiri. Apabila untuk
dijual tidak serta merta diberikan sebagai bahan jualan namun harus diketahui
proses konsumsinya. Sehingga rata-rata warga masyarakat di wilayah Pulau Timor
lebih kepada simbol adat. Misalnya saat acara peminangan, acara perdamaian, dan
lain-lain yang dipandang sebagai simbol ikatan perjanjian antara dua atau lebih
para pihak untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu.
Perlunya
instrumen hukum dalam produksi, distribusi dan konsumsi sopi
Sopi merupakan minuman
beralkohol seperti minuman keras pada umumnya. Sopi yang beredar di masyarakat
saat ini mengandung alkohol sekitar 30% dan masuk dalam minuman keras golongan
C. Sempat ada beberapa rencana Pemerintah Daerah untuk melegalkan minuman ini
agar dapat dikontrol kandungan alkoholnya namun sampai saat ini belum juga
terealisasi.
Walaupun terus disita oleh
pihak berwajib, namun sopi masih terus dikonsumsi dan digemari masyarakat. Hal
ini dikarenakan konsumsi sopi telah menjadi budaya pada umumnya, Bahan baku
sopi yang mudah didapat di setiap daerah baikkepulauan maupun daerah kabupaten
di pelosok NTT menjadikan minuman tradisional ini mudah diproduksi secara
rumahan.
Proses pembuatannya yang
mudah ditambah dengan harga yang cukup mahal menjadikan sopi juga sebagai mata
pencarian beberapa orang terutama yang tinggal di dataran tinggi maupun hutan.
Sehingga, meskipun sopi sampai saat ini masih dipandang ilegal, oleh pemerintah
tapi keberadaannya masih dibutuhkan segelintir masyarakat yang bergantung pada
hasil produksi minuman tradisional ini.
Sopi juga telah beberapa
kali mendapat tinjauan dari tokoh-tokoh agama agar tidak diminum di sembarang
tempat terutama tempat umum. Tidak jarang minuman yang satu ini menjadi
penyebab masalah baik kecelakaan lalu lintas maupun perselisihan antar kampung.
Peraturan Presiden
(Pepres) No.74/2013 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permenndagri) No.6/2015,
belum bisa diberlakukan sepenuhnya untuk minuman sopi karena sangat mengakar
dalam kebudayaan masyarakat NTT.
Menjadi harapan bagi warga
masyarakat di pelosok NTT ketika Gubernur NTT Bapak Victor Bungtilu Laiskodat
menginginkan agar warga masyarakat tetap memproduksi miras sebagai produk
unggulan daerah di NTT. Hal ini telah didukung oleh kerja sama Universitas Nusa
Cendana dengan Pemerintah daerah Provinsi NTT untuk memperoduksi standar jenis-jenis
minum beralkhol sesuai standar layak konsumsi dan layak distribusi. Tentu
diharapkan adanya regulasi berupa peraturan daerah maupun peraturan gubernur
untuk memberikan instrumen hukum bagi warga masyarakat dalam hal produksi,
distribusi dan konsumsi.
Pada kesempatan lain, ada
juga komunitas warga masyarakat yang tidak sependapat dengan perlu adanya
legalitas atas produksi sopi, sebab Indonesia memang sangat beragam namun walaupun
demikian pro dan kontra atas legalitas sopi sebagai minuman keras pemerintah
daerah melalui Gubernur NTT perlu melegalkan sebagai bentuk penghormatan
terhadap nilai budaya dan kearifan lokjal yang telah diproduksi dan konsumsi
secara turun temurun. Artinya sopi harus dipandang secara sosial budaya telah
menjadi bagin dari tradisi kehidupan warga masyarakat di NTT.
Sehingga perdebatan
mengenai legalitas sopi sebagai jenis jenis minum keras tidak perlu selama ini
menjadi bahan sitaan oleh aparat kepolisian untuk dimusnahkan. Sementara dalam
tataran konsumen pemerintah tidak melakukan pengawasan dan hanya pada tataran
produksi dan distribusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar